was born to be happiness seeker♛

Wednesday, June 22, 2016

Cerita

Posted by Yuana Gita Yanuari 0 comments

Aku datang sendiri. Duduk di ujung ruangan ini sembari menatap sekeliling. Aku buka buku harianku dan mulai menulis. Kupilih kata "Aku" pada bait pertama. Lalu kuganti menjadi "Maaf" saat mengingat aku sedang menunggu siapa.

Kemudian perasaan itu tumpah ke dalam tulisan yang semakin panjang, tak membentuk sebuah cerita maupun puisi seperti karangan para pujangga. Aku hanya menulis monolog hati yang kukira bisa kubaca lagi suatu hari nanti. Mengingatkanku pada cerita yang kutulis dan kurangkai baitnya satu persatu.

Ketika kudengar derap langkah kaki menaiki anak tangga di samping tempat duduk yang kupilih, kututup rapat-rapat buku harianku lalu kumasukkan ke dalam tas yang sedari tadi kupangku dan setengah kupeluk. Aku mulai membiasakan diri pada suasana ini lagi, suasana yang dulu pernah kurasakan sesekali. Entah apa namanya tapi aku terus mencari cara agar pertemuan ini terasa cair dan tak kubiarkan beku lebih lama.

Saat itu, aku mungkin melakukan kesalahan. Aku membiarkan semuanya berulang. Bahkan aku terkejut ketika hati ini bergetar padahal sebelumnya tak pernah kurasakan. Entah mengapa genggaman tanganku begitu erat dan aku merasa sedikit takut. Aku rasa aku terjebak dalam situasi macam itu lagi. Bukan hal buruk, namun bisa menyakiti.

Aku tahu setiap tempat punya cerita. Termasuk cerita yang kukarang hari ini untuk memperkuat suasana tempat yang kutuju. Membuat seseorang merasakan atmosfer tempat itu sedalam yang mereka mau atau hanya sekadar membaca dan tersenyum lalu berkata pelan "itu seperti ceritaku". Biarlah. Setiap tempat memiliki ceritanya masing-masing. Entah cerita sungguhan maupun bualan. Yang jelas, hari ini selembar kertas di buku harianku tak putih lagi.

Monday, April 4, 2016

Diam

Posted by Yuana Gita Yanuari 0 comments
Malam ini aku bangun dari tidur soreku, aku merasa masih ada yang mengganjal perasaan ini tapi entah apa. Entah itu kebencian, kesedihan, atau caci maki yang belum sempat aku sumpah-serapah-kan pada siapapun. Yang jelas batin ini terus saja mencari-cari alasan agar aku berpikir keras. Sial. Aku merutuki diriku sendiri. Aku benar-benar kecewa. Kataku yang lagi-lagi bicara pada diriku sendiri.
Sudah lama aku tidak merasa sesakit ini. Ternyata benar, bahagia dan sedih akan datang silih berganti dan mungkin sekarang kesedihan itu singgah di rumah hatiku. Aku hanya berharap dia enggan menetap lama-lama agar pipi tembamku tak dihujani air mata terus-menerus. Kasihan. Lama-lama aku bisa tirus tanpa operasi plastik di Korea.
Aku sebal jika hidupku terlalu diganggu orang. Aku tidak suka kalau terlalu banyak orang yang cerewet di sekitarku. Kenapa? Karena mereka jelas tidak tahu kehidupan apa yang aku jalani, perasaan macam apa yang aku alami, dan kejadian seperti apa yang aku lewati. Mereka semua terlalu berisik. Terlalu ingin ikut campur dan terlalu suka mencampuri. Jelas-jelas hidupku bukan es campur yang bisa mereka nikmati kapan saja dan rasanya bisa mereka komentari apa saja. Hidupku terlalu pahit untuk bisa mereka nikmati di siang bolong sambil bergurau dengan teman-teman sepemikiran mereka.
Kesedihanku memuncak tadi malam, kepedihanku… tidak, tidak sampai sepedih itu hanya saja aku kecewa. Aku selalu bosan hidup sendiri, tak ada yang membela, tak ada yang melindungi, namun aku paling benci dikasihani. Aku juga muak melalap habis omongan-omongan sampah dari mereka di luar sana yang jika tidak aku makan, akan membusuk dan menggangguku lebih-lebih dari ini. Lagi-lagi aku kekenyangan dengan omongan buruk mereka, kuatur napas agar tak terburu-buru memuntahkan omongan itu kembali ke wajah sok-tidak-bersalahmereka. Aku atasi itu sendirian, aku tahu mereka akhirnya menuai perasaan ‘tidak enak’ kepadaku karena telah membicarakan hal yang menurut mereka ‘bercanda’ itu. Bagiku, candaan itu bukan bagaimana kita menyakiti hati orang lain, melainkan bagaimana orang lain terhibur. Bodoh. Apa membuat orang menangis sampai tiga kali dengan omongan yang sama itu yang dimaksud bercanda oleh mereka?
Aku tak marah. Aku hanya tak suka. Ya, tak suka dengan status mereka yang pada dasarnya tak pernah kenal dekat denganku tapi seolah-olah mereka telah bersamaku lebih dari 100 tahun, sehingga mereka bebas berbicara sesadis apa pun. Terserah mau aku dibilang mudah marah atau mudah tersinggung. Yang jelas aku benar-benar kesal saat ini. Sebenarnya tak ada untungnya juga aku menulis apa yang menggangguku belakangan ini tapi jemariku gatal sekali, merasa hal yang kubangun sesulit ini, tega mereka robohkan hanya dengan ucapan yang dibalut kata ‘candaan’. Bah. Apa mereka tak punya kaca? Lihat apa hasil dari kekonyolan mereka. Biar saja, biar begini, biar mereka berpikir. Itu pun kalau mereka mau.


Saturday, December 19, 2015

Satu Halaman Buku Harian

Posted by Yuana Gita Yanuari 0 comments

Sore itu, aku tengah menatap langit yang semakin memerah. Aku belum melihat matahari berjalan pulang ke rumahnya, jadi kupikir aku masih punya waktu untuk bercengkrama dengan Tuhan di halaman.

Coretan demi coretan kugoreskan di atas buku harian yang kubeli dengan uang jajanku sendiri waktu itu. Entah kapan pastinya, tapi yang aku ingat aku membelinya dengan warna muka yang sendu. Kupikir aku akan menulis surat untuk Tuhan, tapi ternyata aku salah. Aku menulis surat untuk diriku sendiri karena seketika aku sadar bahwa Tuhan tak perlu repot-repot membaca untuk tahu apa yang aku alami kemarin, hari ini, besok, bahkan seratus tahun lagi.

Di atas kertas itu, aku hampir menuliskan kedengkian. Pada orang-orang yang tak pernah bisa melihatku dengan pikiran mereka yang jernih. Entahlah, bahkan kadang aku berpikir apa mereka sudah tidak bisa mencuci pikirannya. Mungkin deterjennya habis, positif saja. Aku berpikir sebentar. Lalu aku bercerita.

“Aku. Bagai gadis di tepi jurang. Ingin bertahan tapi selalu berusaha dijatuhkan. Biar saja begini. Setidaknya aku pernah bertahan. Waktu itu aku sadar bahwa aku harus bersikap baik. Bukan. Bukan karena terpaksa, tapi karena hati ini masih berfungsi dengan sangat sempurna. Saat itu, aku pikir aku gadis yang terlalu polos. Catatan; Aku bukan memuji diri sendiri, tapi justru aku merasa bodoh. Andai aku tak sebodoh itu waktu itu, mungkin hari ini aku akan menjadi gadis iblis yang memakai sebuah kostum peri. Aku bersyukur Tuhan membuatku setengah tidak bersalah hingga hari ini. Itu pikirku. Akan tetapi, di sore ini, tiba-tiba aku merasakan hawa panas itu lagi. Aku seperti disalahkan, seperti dilempari cacian. Padahal, sampai detik ini, aku masih menggantungkan janji itu. Kubingkai rapih. Meskipun berulang kali ingin sekali kupecahkan, tapi aku tahan. Memang, kuakui kadang aku bertindak nakal, hingga rasanya ingin kubuat berantakan susunan permainannya, tapi rasanya aku tak mau menjadi sejahat itu. Aku pikir aku masih harus bersabar, tapi yang ia tahu, aku tak lebih dari seorang gadis rendahan. Tanpa melihatku dengan kedua matanya, ia menatapku sinis. Ya Tuhan… apa lagi yang harus aku lakukan? Hanya diam?”

Tulisanku sampai di sana. Seketika pipiku menghangat. Tak ada tangis, tapi aku bisa merasakan air itu menggenang di kedua mataku. Masih kugenggam pulpen merah di tangan kananku, kemudian aku menghela napas panjang. Lalu kuteruskan menulis paragraf baru.

“Biar. Biar saja hidupku selucu itu. Biar cerita itu mengajarkanku bagaimana caranya membesarkan hati. Bukan menumbuhkan benci. Saat ini aku bisa merasakan Tuhan memelukku dari belakang. Aku percaya ketika Tuhan berkata “Aku mengetahuinya, bahkan ketika kamu baru sekadar berniat.”, dan kini, yang aku tahu, setiap aku menghela napas, lalu memejamkan mata, dan kemudian tersenyum, aku menemukan kata bahagia itu. Hingga detik ini, aku pastikan aku tak pernah membenci siapapun. Meskipun mungkin tak ada yang memercayainya.”

Sekarang, tepat dihadapanku, langit merah itu berubah pekat dan hampir gelap. Ini waktunya aku ikut pulang bersama matahari dan sinarnya. Ini juga saatnya memeriksa kamarku, barangkali banyak kebahagiaan yang belum kusadari keberadaannya di dalam sana. Sampai jumpa J

(Cerita ketika Tuhan memelukku dari belakang)

Agitayuana
♥ a g i t a - y u a n a ♥
 

Gita! Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review